Sabtu, 07 Maret 2009

Anak-anak itu....

Kemarin dan hari ini saya menyaksikan di tv dua hal yang serupa tapi tak sama. Kemarin ada seorang anak laki-laki yang berusia kira-kira 6-7 tahun dibuang dalam sekotak kardus berukuran sekitar 1 m3. Anak tersebut, cacat secara fisik dan mengalami keterbelakangan mental pula. Tubuhnya kurus, tapi secara medis dia dinyatakan dalam kondisi sehat. Kekurusan itu memang sepertinya karena cacat yang dideritanya (ototnya mengecil,dan sendi-sendinya kaku, mirip penderita polio). Dalam kotak tersebut, juga terdapat beberapa helai baju lusuh. Tidak diketahui nama, alamat maupun siapa orang tua anak tersebut karena si anak tidak bisa menjawab pertanyaan orang-orang yang menolongnya. Banyak yang bertanya-tanya orang tua mana yang telah tega membuang anak malang itu.
Pagi ini, saya menyaksikan ujung acara “Ceriwis” di TransTV. Anak yang berbeda, namun memiliki kecacatan yang kurang lebih sama dengan anak yang ditemukan dalam kotak kardus. Hanya saja anak ini lebih beruntung. Bersih dan rapi, tanda dia diurus dengan baik. Anak tersebut dipangku dengan penuh kasih sayang oleh ibunya. Sesekali sang ibu menyeka cairan yang keluar dari tepi mulut anaknya. Mencium kepalanya. Dan dengan sabar membantu anaknya mengungkapkan perasaannya. Anak tersebut memang bisa berkomunikasi dengan orang di sekitarnya dengan cara menunjuk pada sehelai kertas yang mungkin berisi kata-kata atau apapun itu yang sekali lagi mungkin hanya dimengerti oleh ibunya sendiri.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya sehat, cerdas bahkan cantik dan tampan. Saat mengandung doa sang ibu dan bapak dan orang-orang yang menanti hari kelahiran si jabang bayi tak jauh-jauh dari semoga calon penghuni dunia itu sehat dan lengkap anggota tubuhnya. Maka, kita dapat memahami bagaimana perasaan orang tua yang dikaruniai anak-anak yang memiliki kekurangan. Tidak hanya ia harus menata hati, tapi ia juga harus menghadapi pandangan orang-orang disekelilingnya yang terkadang tidak cukup dewasa menanggapi kondisi ini. Cemoohan, ya…, masih ada orang yang dengan berbisik-bisik atau terang-terangan mencemooh. Entah dimana letak nuraninya. Bagaimana kalau dia yang diberikan ujian seperti itu?
Mempunyai anak yang memiliki kekurangan memang perlu kesabaran ekstra. Maka apresiasi yang tinggi perlu kita berikan pada ibu-ibu yang ikhlas menerima kondisi anaknya. Tidak ada satu orang tua pun di dunia ini yang ingin anaknya cacat. Tapi saat seseorang dianugerahi anak yang memiliki kekurangan, haruskah anak itu dibuang?
Memang, selain kesabaran, mengurus anak yang memiliki kekurangan tidak hanya butuh kesabaran. Butuh pula tenaga yang ekstra karena dia tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Lelah, pasti. Bahkan jujur saja butuh biaya yang terkadang tidak sedikit untuk memberi perawatan bagi anak-anak yang berbeda dengan anak-anak ‘biasa’ ini. Bahkan semua anggota keluarga harus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Dari keadaan normal, life suddenly change. Memang diakui tidak mudah menjalani perubahan tersebut, tapi apakah seseorang boleh lari dari tanggung jawabnya atas nama ‘ingin hidup kembali seperti biasa’?
Pernah saya baca, seorang ibu ditinggal pergi suaminya karena si suami tidak mau lagi mengurusi anak mereka. Istri tentu berkonsentrasi mengurus si anak sehingga sedikit banyaknya mungkin perhatian kepada suami atau urusan rumah tangga sedikit terabaikan. Tapi haruskah beban sang istri bertambah lagi dengan harus memikirkan bagaimana cara mencari nafkah? Ada juga seorang istri yang diceraikan oleh suaminya karena ia memilih mempertahankan bayi yang sudah diketahui cacat dalam kandungannya dan memilih melahirkannya daripada menggugurkannya.
Saya tidak menampik bahwa terkadang anak-anak yang memiliki kekurangan di satu sisi ini juga memiliki kelebihan yang terkadang tidak disangka-sangka. Tapi jumlahnya mungkin hanya segelintir saja. Saya sungkan untuk mengingatkan, mungkin anak-anak bapak atau ibu memiliki kelebihan-kelebihan. Maka, saya tidak akan berusaha mendorong atau menggurui dengan mengatakan cobalah cari kelebihan anak bapak-ibu. Karena jika kelebihan itu tidak ditemukan, mungkin bapak-ibu akan kecewa dua kali. Saya hanya ingin menyampaikan, membuang anak bukanlah suatu solusi bijak untuk mendapatkan ‘kehidupan normal’. Pun, bagaimana Anda akan mempertanggungjawabkan perbuatan Anda pada-Nya?


P.S: Untuk ibu-ibu berjiwa besar di luar sana yang dirahmati Allah. Kasih sayang dan kesabaranmu semoga berbalas surga dari Yang Maha Penyayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar