Jumat, 27 Februari 2009

Tempora Mutantur Et Nos Mutamur In Illis


Kira-kira bulan Desember tahun 2008 saya tergerak untuk ikutan friendster, mencari tahu kabar teman-teman yang sudah lama tidak bersua, eh ketemu foto agak jadul ini di 'rumahnya' Nila. Lalu tepat pada tanggal 14 Januari 2009 saya signed up di facebook. Makin banyak yang saya ketahui tentang keadaan rekan-rekan yang lain. Dan judul tulisan ini cukup mewakili perasaan saya mengetahui sekelumit perjalanan hidup teman-teman saya, baik sahabat zaman SMA maupun rekan-rekan semasa kuliah. Menyadari hal-hal kecil yang mungkin berubah seiring waktu dalam hal keterikatan emosi saya dengan mereka setelah sekian waktu berlalu. Mengapresiasi senyuman mereka yang tetap membuka tangannya untuk saya, menghilangkan prasangka yang berkelebat tanpa permisi, dan coba memaklumi harapan yang tidak terwujud.
Tempora mutantur et nos mutamur in illis. Waktu berubah dan kita pun berubah seiring dengannya (kutipan dari drama karya Edward Forsett, Pedantius). Perubahan yang paling mudah dilihat tentu adalah status mereka. Banyak rekan-rekan saya yang sudah berkeluarga dan memiliki putera atau puteri, sehingga kini sudah ada yang memanggil "Mama" atau "Papa". Perubahan selanjutnya adalah keberadaan masing-masing. Tersebar di seluruh Nusantara karena alasan pekerjaan dan keluarga, maupun berada di luar Indonesia untuk melanjutkan kuliah. Perubahan mengenai sikap dan pemikiran agak sulit saya telusuri karena butuh moment dan komunikasi yang intens. I don’t have enough information to say secara rinci apa yang berubah pada diri sahabat-sahabat saya dari segi non-fisik.
Kalau tidak salah, Pak T. Hani Handoko (dosen FEB UGM) pernah mengucapkan ini dalam salah satu kuliahnya (narasinya memakai bahasa saya): selalu perbaharui persepsi kita terhadap orang di sekitar kita, karena seiring waktu orang bisa berubah. Kumpulkan informasi terbaru mengenai seseorang, compare dengan stored information yang ada di otak kita mengenai orang tersebut, baru kita bisa menilai seseorang. Never.. never…ever… menilai orang hanya berdasarkan informasi lama yang kita punya. Dalam hal mengolah informasi ini pun harus diperhatikan bahwa kita bisa melihat informasi yang ada secara berbeda. Misalnya, dalam buku pegangan kami dulu, mahasiswa diminta melihat suatu gambar, kemudian diminta menafsirkan gambar tersebut merupakan gambar wanita muda atau gambar nenek-nenek. Apakah para mahasiswa sepakat bahwa gambar tersebut hanya menunjukkan seorang wanita muda saja? Ataukah seorang yang telah lanjut usia saja? Ya, tentu Anda dapat menebak, jawaban para mahasiswa memang terbagi pada kedua pilihan jawaban tersebut. Demikianlah pada kenyataannya, akan ada banyak pendapat mengenai suatu potret kehidupan, sebanyak orang yang diminta memberikan opini terhadap potret tersebut.
Cara pandang kita, bahkan kecenderungan sikap kita dapat mempengaruhi penilaian kita atau dengan kata lain kita bisa jadi sangat subjektif menilai sesuatu. Manusia memang punya kecenderungan lebih mudah mempercayai apa yang ingin dipercayainya. Sebagai contoh jika Anda tidak menyukai seseorang, kemudian ada orang lain yang menyampaikan pada Anda bahwa orang yang tidak Anda sukai itu berbuat baik. Apakah dengan mudah Anda mempercayainya? Mungkin kalimat pertama yang meluncur dari bibir Anda adalah “Kok tumben”, atau “Ah, yang bener?”, atau “Infonya salah kali” hehehe…. Kalau informasi yang sampai ke telinga Anda mengenai perbuatan buruk orang yang tidak Anda sukai, mungkin Anda akan langsung berujar “Emang seperti itu dia”, mungkin juga Anda akan berkata “Nah, bener kan penilaian gue tentang dia selama ini”. Ya..ya..ya… apapun kondisinya, pada akhirnya saya ajak Anda untuk menyepakati hal berikut: pandanglah sesuatu secara objektif dengan kacamata yang positif.
Detik demi detik berlalu, menit menggenapkan diri menjadi hitungan jam. Hari berjalan menjadi bulan, bahkan sekarang berbilang tahun dari masa-masa kebersamaan saya bersama teman-teman saya tersebut. Garis kehidupan saya pernah bersinggungan dengan Rahma “Reni” Julaikha, Reny “Reno” Novita, Mbak Septiana “Nana” Ambarwati, Diana Aryani, Nila Krisna, Daim Syukriah, Fitri "Fathia" Asih, M. Said “Aunk” Fathurrahman, Novan Restu “Momon” Pramono, Agung "Prast" Prasetyo“Yono” Sriyono, Epsi Euriga bahkan seorang “Danang” Dananta Adi Nugroho yang ternyata mengetahui keberadaan saya di kampus.
Semua babak kehidupan yang pernah kami pentaskan bersama, melintas di benak saya bagai parade film. Banyak kesalahan yang saya lakukan kepada teman-teman saya. Permohonan ampun saya kepada Allah atas kesalahan saya pada teman-teman memang tak lengkap jika saya tidak meminta maaf kepada mereka. Jika kalian, sahabat-sahabat membaca tulisan ini, mohon maafkanlah segala perbuatan saya yang menyakiti hati kalian. Diriku hanyalah manusia bodoh yang seringkali tak cakap dalam berfikir dan bertindak.
Tempora mutantur et nos mutamur in illis, waktu berubah dan kita pun berubah seiring dengannya. Semoga perubahan pada diri kita selalu menuju ke arah yang lebih baik, hari ke hari. Sebagaimana keinginan waktu sendiri agar kita selalu memanfaatkan kehadirannya seperti isi hadits qudsi berikut: "Pada setiap fajar ada dua malaikat yang berseru-seru: "Wahai anak Adam aku adalah hari yang baru, dan aku datang untuk menyaksikan amalan kamu. Oleh sebab itu manfaatkanlah aku sebaik-baiknya. Karena aku tidak kembali lagi sehingga hari pengadilan". (H.R.Tarmidzi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar